Kamis, 04 April 2013

Sri Kresna Kepakisan Dalem Tarukan




 




Arus modernisasi dan globalisasi boleh-boleh saya merubah gaya hidup kita saat ini. Tapi tetap kita harus bisa memfilter hal-hal apa saja yang yg kita bisa ambil dari arus modernisasi tersebut, jangan sampai gara-gara hal tersebut kita melupakan budaya asli leluhur kita. Saya pribadi merasa kita harus tahu dan mengerti dulu dari mana kita berasal, apalagi sebagai orang bali,hendaknya harus tau asal usul kawitannya. Dan setelah sekian lama saya pribadi tidak menghiraukan itu,akhirnya ketika saya mulai terjun bermasyarakat dan lebih mendalami filosofi keluarga,ternyata banyak hal yang tidak saya ketahui, termasuk asal usul keluarga. Akhirnya setelah meminta penjelasan dari orang tua, baru saya ketahui ternyata leluhur saya adalah Sri Kresna Kepakisan Dalem Tarukan. Ini adalah Silsilah dan Bhisama Ida Bhatara Dalem Tarukan yang saya dapat dari admin Hindu Bali :     
Sanghyang Pasupati berputra:
1. Bhatara Hyang Gnijaya
2. Bhatara Hyang Putranjaya
3. Bhatari Dewi Danuh
4. Bhatara Hyang Tugu
5. Bhatara Hyang Manikgalang
6. Bhatara Hyang Manikgumawang
7. Bhatara Hyang Tumuwuh
Bhatara Hyang Gnijaya berputra Mpu Withadharma (Sri Mahadewa)
Mpu Withadharma berputra:
1. Mpu Bhajrasattwa (Mpu Wiradharma)
2. Mpu Dwijendra (Mpu Rajakretha)
Mpu Bhajrasattwa berputra: Mpu Tanuhun (Mpu Lampita)
Mpu Tanuhun berputra:
1. Mpu Gnijaya
2. Mpu Sumeru (Mpu Mahameru)
3. Mpu Ghana
4. Mpu Kuturan (Mpu Rajakretha)
5. Mpu Bharadah (Mpu Pradah)
Mpu Bharadah berputra:
1. Mpu Siwagandu
2. Ni Dyah Widawati
3. Mpu Bahula
Mpu Bahula berputra:
1. Mpu Tantular (Mpu Wiranatha)
2. Ni Dewi Dwararika
3. Ni Dewi Adnyani
4. Ni Dewi Amerthajiwa
5. Ni Dewi Amerthamanggali
Mpu Tantular berputra:
1. Danghyang Kepakisan
2. Danghyang Smaranatha
3. Danghyang Sidhimantra
4. Danghyang Panawasikan
Danghyang Kepakisan berputra: Sri Soma Kepakisan
Sri Soma Kepakisan berputra:
1. Sri Juru (Dalem Blambangan)
2. Sri Bhima Sakti (Dalem Pasuruan)
3. Sri Kepakisan (Dalem Sumbawa)
4. Sri Kresna Kepakisan (Dalem Bali)
Sri Kresna Kepakisan berputra:
1. Dalem Samprangan
2. Dalem Tarukan
3. Dewa Ayu Wana
4. Dalem Sri Smara Kepakisan
5. Dewa Tegal Besung                                                                                          Mpu Tanuhun (Mpu Lampita) berputra lima, yaitu Mpu Gnijaya, Mpu Sumeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bharadah. Kelimanya disebut Panca Tirta. Mpu Gnijaya menurunkan Sapta Rsi, yaitu: Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Wiradnyana, Mpu Withadharma, Mpu Ragarunting, Mpu Preteka, dan Mpu Dangka.
        Beliau bertujuh selanjutnya, lama-kelamaan menurunkan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi. Saudara bungsu Mpu Gnijaya yaitu Mpu Bharadah lama-kelamaan menurunkan Para Gotra Sentana Dalem Tarukan atau dikenal sebagai warga Pulasari.
        Adanya tali kekeluargaan seperti itulah yang disadari oleh warga Pasek di pegunungan di saat beliau-beliau membantu dan menyelamatkan Ide Bethara Dalem Tarukan di pengungsian sebagaimana telah diuraikan di muka. Patutlah warga Pulasari berhutang budi kepada warga Pasek. Kesadaran ini pula yang mungkin mendasari ide pembangunan Pura Pusat Pulasari berdampingan dengan Pura Pasek.
        Di Gelgel, semasa pemerintahan Ide Bethara Dalem Semara Kepakisan dibangun pula Pura Dasar Bhuwana yang disungsung oleh warga keturunan Ide Bethara Dalem Sri Kresna Kepakisan, Ide Bethara Mpu Gnijaya (Pasek Sanak Sapta Rsi), dan keturunan Ide Bethara Mpu Saguna (Maha Smaya Warga Pande). Lama-kelamaan, disungsung pula oleh seluruh rakyat Bali, mengingat di Pura Dasar Bhuwana distanakan Raja (Dalem) pertama di Bali.
        “Kepakisan” asal katanya “Pakis” berarti Paku. Gelar Kepakisan diberikan kepada Brahmana yang ditugasi sebagai Raja (Dalem) atau Kesatria. Gelar Kepakisan yang diberikan kepada Kesatria adalah: Sira-Arya Kepakisan. Beliau adalah keturunan Sri Jayasabha, berasal dari keturunan Maha Raja Airlangga, Raja Kahuripan (Jawa). Gelar “Paku” di Jawa pertama kali digunakan oleh Susuhunan Kartasura: Paku Buwono I pada tahun 1706 M.
         Di Bali gelar “Pasek” yang berasal dari perkataan “Pacek”(= paku) pertama kali digunakan oleh Arya Kepasekan, yaitu putra Mpu Ketek yang termasuk kelompok Sapta Rsi. Ada juga warga Pasek yang di luar kelompok Sapta Rsi, yaitu keturunan dari Mpu Sumeru yang berputra Mpu Kamareka, selanjutnya menurunkan warga Pasek Kayu Selem, Pasek Celagi, Pasek Tarunyan, dan Pasek Kayuan. Beliau-beliau juga sangat besar jasanya menyelamatkan Ide Bethara Dalem Tarukan.
         Kesimpulannya bahwa gelar: Kepakisan, Paku, Pasek bermakna dan berderajat sama yaitu sebagai fungsi kekuasaan atau pemimpin di suatu wilayah tertentu atau pemimpin suatu penugasan/jabatan tertentu yang didelegasikan oleh Dalem (Kaisar = Maha Raja, atau Raja)
Bisama Ide Bhatara Dalem Tarukan.
        Yang dimaksud dengan Bisama Ide Bhathara Dalem Tarukan adalah pesan beliau yang bersifat sakral ditujukan kepada semua keturunan beliau menyangkut tentang hak, kewajiban, larangan, dan keharusan dalam penyelenggaraan kehidupan, hal mana bila dilanggar dipercaya akan mendapat kutukan dan akan mendatangkan bencana.
Dari riwayat beliau dicatat Bisama-Bisama sebagai berikut:
1. Tidak merabas pohon atau memakan buah: Jawa, Jali.
2. Tidak mengurung, membunuh, atau memakan daging burung Puyuh dan Perkutut.
3. Tidak memakan beras mentah.
4. Mayat yang dikubur atau dibakar kepalanya di arah Barat.
5. Tidak memelihara dan memakan daging Manjangan.
6. Tidak menerima sebutan/ ucapan: “cai” dan “cokor I Dewa”
7. Boleh menerima sebutan/ ucapan: “Jero”, “Ratu”, “Gusti”
8. Upacara pelebon boleh menggunakan:
* Sebagaimana layaknya seorang Raja.
* Pemereman Padma Terawang
* Pemereman Bade Tumpang Pitu
* Benusa
* Tumpang salu dari bambu “ampel” kuning
* Ulon
* Jempana
* Rurub Kajang Pulasari
* Daun Pisang Kaikik
* Bale Gumi berundak tujuh
* Bale Silunglung
* Damar kurung
* Upacara ngaskara lengkap
9. Tidak membuang atau menyia-nyiakan makanan, minuman, dan uang.
Penugrahan
Yang dimaksud dengan penugrahan adalah wewenang, kedudukan dalam jabatan Pemerintahan Kerajaan, ijin menggunakan atribut pada saat upacara Manusia yadnya, Resi yadnya, dan Pitra yadnya yang diberikan oleh Dalem atau Pejabat yang berkuasa pada saat penugrahan itu diberikan kepada warga Pulasari.
Penugrahan juga melingkup tata kehidupan lainnya, seperti hubungan persaudaraan, hubungan sosial, keharusan mentaati ketentuan-ketentuan adat dan agama, dan lain-lain.
Penugrahan pertama yang tercatat dalam Babad Pulasari adalah penugrahan yang dikeluarkan oleh Ide Bethara Dalem Sri Semara Kepakisan.
Dalam perkembangan sejarah, penugrahan itu ada yang diubah, ditambah, dan dikurangi sesuai dengan politik pemerintah/kerajaan atau penguasa setempat di pemukiman warga Pulasari.
Dari Babad Pulasari dicatat penugrahan Ide Bethara Dalem Sri Semara Kepakisan sebagai berikut:
1. Warga Pulasari telah “kesurud wangsa”-kan menjadi Wesia Dalem sehingga diminta untuk tidak “memada-mada” Dalem.
2. Namun demikian dalam upacara pelebon dibolehkan menggunakan tata cara seorang Raja.
3. Cuntaka kematian: Bila dibakar, 3 malam; bila ditanam, 7 malam
4. Selalu berbakti di Pura-pura Kahyangan Jagat Bali
5. Selalu bakti dan ingat pada Pedanda dan orang-orang suci.
6. Jangan melakukan hubungan suami-istri di luar perkawinan (berzina)
7. Bila mampu dapat mempelajari kemoksaan sehingga menjadi seorang Dwijati dengan gelar Bhagawan, karena warga Pulasari (Pagosedata) masih berdarah Brahmana; karena itu wajib pula berbakti di Pedarmaan Brahmana di Besakih serta pelinggih Ide Bethara Hyaang Gnijaya di Tolangkir dan di Lempuyang, pelinggih I Ratu Pande dan I Ratu Gede Penyarikan di Besakih.
8. Semua warga Pulasari satu sama lain harus tetap mengaku bersaudara, paling tidak mengaku memisan atau memindon.
9. Pedoman upacara pelebon: bagi Sulinggih: pemereman padma trawang bertingkat: 5,7,9, atau 11, daun pisang Kaikik, gamet, kesumba.
10. Jika mayat dibakar (bakar biasa atau pelebon) wajib melaksanakan upacara ngeleb awu ke sungai atau laut.
11. Dibebaskan dari: pajak, pejah panjungan, cecangkriman, ambungan lalang, sasasrandana, pepanjingan, pecatuan dan perintah. Para Manca dan Punggawa agar mentaati ketentuan ini.
12. Pada upacara kematian agar meminta tirta pengentas “Yeh-Tunggang” dari Tolangkir melalui Ki Pemangku.
13. Jabatan yang diberikan: Gusti Gede Sekar sebagai Manca di Nongan, Gusti Gede Pulasari sebagai Dukuh di Pulasari, Gusti Gede Bandem sebagai Manca di Nagasari, dan Gusti Gede Belayu sebagai Manca di Ogang.
14. Kepada para putra yang menduduki jabatan-jabatan tersebut diminta untuk:
1. Melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya.
2. Memahami ketentuan-ketentuan catur warna
3. Memahami dan melaksanakan asta beratha
4. Menghormati dan menjaga kesucian Pura-Pura Sad Kahyangan
5. Meningkatkan pengetahuan
6. Menghormati dan menjunjung Pemerintah
7. Menghormati dan menjunjung para Pendeta
8. Tidak melakukan perkawinan yang dilarang yaitu mengawini perempuan yang tidak patut dikawini: saudara sebapak / seibu / sekandung, anak guru, wanita yang lebih tua, saudara Bapak / Ibu, anak Paman/Bibi, wanita yang mempunyai suami, wanita yang statusnya lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar